HIGH SCHOOL PARADISE -Eps 4

~HIGH SCHOOL PARADISE~

@Mading Julliet room

“Hey.. Hey.. sapu tangan siapa ini??” Hyerin, si murid kelas 3 mantan ketua mading angkatan terdahulu dengan ‘sopan’-nya langsung saja menyambar sebuah sapu tangan dengan corak garis-garis berwarna putih kecokelatan yang menyembul keluar dari balik saku balzer milik Hyejin yang kebetulan ia lepas dan ia letakkan diatas meja panjang tempat kerjanya diruangan  itu. Hyejin memang sengaja melepaskan blazernya itu tadi karena ia merasa ruang geraknya seperti dibatasi lantaran saat ini ia sedang sibuk menggunting-gunting sesuatu dan menempelkannya diatas sebuah kertas karton berukuran besar, di lantai bukan diatas meja.

Hyejin terkesiap, ia menoleh mendapati seniornya itu sedang sibuk membuka lipatan saputangannya. Buru-buru ia melemparkan gunting dan artikel yang sejak tadi menjadi objek kesibukannya kesembarang tempat dan langsung melompat bangkit merebut harta peninggalan sang pangeran berkuda besinya dari tangan sang ibu suri yang mungkin saja akan merebut kebahagiaan dirinya (?).

“Punyaku!” sambarnya langsung dari tangan Hyerin kemudian segera memasukkannya kedalam saku blazernya yang terdalam dan mengenakannya kembali dibalik seragam birunya menghindari kemungkinan jika Choi Hyerin atau yang lainnya akan kembali mengambilnya, meski dengan konsekuensi ia harus terus merasa sedikit ‘kagok’ saat melakukan aktivitasnya kembali.

Hyerin menatapnya dengan tatapan aneh, kemudian tatapannya beralih pada kedua orang lainnya yang juga ada disana –Luna, dan jung-ah- yang juga menatap mereka berdua dengan tatapan serupa. Hyerin mengangkat bahunya pelan, sebenarnya ia ingin sekali menanyakan perihal sapu tangan itu lebih lanjut lantaran dirinya barusan tak sengaja melihat bordiran inisial disudut bawah salah satu sisi sapu tangan tersebut, namun berhubung dilihatnya Hyejin seperti tak ingin ‘disentuh’ mengenai hal itu jadi mau tak mau ia jadi mengurungkan niatnya karena Hyejin ini memang tipe orang yang tak mau disentuh untuk urusan pribadi. Ia jelas tak mau mengambil resiko, karena jika sang ketua mading yang baru itu merasa terusik bisa saja tiba-tiba ia marah padanya, atau yang lebih parah lagi bisa saja ia malah pergi dari ruangan ini dan tak akan kembali untuk jangka waktu yang tak diketahui padahal saat ini mading sedang sibuk-sibuknya karena lusa memang jadwalnya mading tayang.

“Jangan sembarangan mengambil barang orang ya, tolong,” ucap Hyejin tiba-tiba, dengan nada datar, pelan, namun penuh dengan penekanan tanpa sama sekali melihat pada objek yang menjadi lawan bicaranya. Ia sudah kembali menyibukkan dirinya dengan artikel-gunting-lem-dan karton.

JLEBB!

“Ehm..” Hyerin berdehem pelan, mencoba menstabilkan situasi yang mendadak canggung. “Si kecil mana??” tanyanya, emncoba mengalihkan pembicaraan.

“Oh.. Hyunjae eonni maksudnya?” tanya Luna. Hyerin mengangguk. Sebutan ‘anak kecil’ itu memang ditujukan pada Hyunjae karena tubuhnya yang mungil dan kecil, belum lagi sifat dan pembawaannya juga seperti bocah maka dari itu ia –bahkan belakangan yang lainnya juga- memanggilnya dengan sebutan itu.

“Hari ini dia ada pelajaran olah raga di stadium, jadi kemungkinan besar ia baru bisa kemari nanti siang atau sore hari,” jawabnya.

Hari ini, atau lebih tepatnya setiap hari sabtu mereka memang bisa dibilang merupakan hari ekskul dimana tak ada kegiatan belajar-mengajar seperti biasanya, yang ada hanya kegiatan-kegiatan lain diluar sekolah kecuali untuk beberapa pelajaran yang membutuhkan waktu tambahan diluar waktu kegiatan kbm semestinya.

“Ooh..” hanya kata itu yang keluar dari bibir seorang Choi Hyerin, setelah itu ia kembali disibukkan dengan tugasnya semula. Membuat sebuah pengumuman sekreatif mungkin diatas karton warna-warni yang kemungkinan akan menentukan masa depan mading dimasa yang akan datang.

Suasana ruang madingpun menjadi terasa sangat hening, yang terdengar hanya ada suara gesekkan mata gunting dengan kertas dan ketukkan jari pada keyboard laptop. Tak ada lagi suara orang berbincang maupun alunan music jepang yang biasanya diputar dari ponsel Hyejin atau laptop milik Hyunjae, karena Hyejin sendiri moodnya mendadak tak tentu sementara nama yang terakhir disebutkan sendiri tak ada di tempat.

~mrs.choilee~

@Romeo-Julliet stadium

“Ayo Hyunjae!! Go! Go! Hyunjae pasti bisaa!!!” berkali-kali suara berisik itu menggema memenuhi gendang telinga seorang gadis berkuncir kuda yang saat ini sedang mencoba focus untuk menendang sebuah benda bundar bercorak hitam-putih kedalam gawang besar yang dijaga oleh seseorang bertubuh jangkung yang dengan sikap siaganya mencondongkan tubuh dan membuka lebar kaki serta kedua tangannya berusaha untuk menjaga benteng pertahanannya agar tidak kebobolan.

“Ayooo!! HYUNJAE!! GO! GO!! HYUNJAE PASTI BISAAAA!!!!” teriak orang itu lagi, kali ini ia bahkan tak hanya berani berkoar-koar ditempatnya melainkan sudah naik keatas bangku plastik tempat duduknya semula yang berada tepat tak jauh di belakang gawang sambil menari-nari tak jelas dan menepuk-nepuk dua buah botol air mineral kosong dengan keras di masing-masing tangannya, bertindak layaknya ia sedang menyemangati Park Jisung yang akan mencetak sebuah gol kemenangan di kandang lawan yang akan membawa harum nama Korea di piala dunia.

“Aishh.. Memalukan! Dasar berlebihan!!” desis gadis itu ketika melihat kelakuan temannya yang kini ia lihat sedang sibuk diledek oleh teman-temannya karena terus-menerus menyemangatinya dengan heboh. Ia yakin pasti setelah pelajaran ini usai ia langsung menjadi bulan-bulanan teman sekelasnya dan juga pria itu. Astaga!

“Ayo cepat masukkan!” Joo Jihoon, sang guru olahraga memberikan aba-aba karena gadis itu tak kunjung menendang juga.

Hyunjae meliriknya dengan tatapan meringis. Jujur saja ia sama sekali tak suka yang namanya sepak bola! Tapi kenapa ia malah dipaksa menjadi striker? Padahal fungsinya saja ia tak tahu. Menendang bola saja ia melenceng, eh sekarang ia malah harus menendang bola ke gawang lawan lantaran ia yang berhasil mendapatkan benda bundar itu dari tangan lawan yang kebetulan berpapasan dengannya sampai di depan gawang dan disana sama sekali tak ada rekan segrupnya yang bersiaga.

“Jangan salahkan aku jika bola ini meleset!” gumamnya.

Lantas dengan sekuat tenaga iapun menendang benda bundar yang terus diperebutkan selama pertandingan itu dengan kekuatan kaki kanannya. Begitu merasa kakinya sudah menyentuh sesuatu dan menendangnya sekuat tenaga, gadis itu langsung memejamkan kedua matanya, tak mau melihat. Dan apa yang terjadi kemudian??

Prittttttt…

Peluit pertanda waktu permainan telah usai kini menyeruak masuk kedalam telinganya. Perlahan kedua mata gadis itupun terbuka. Dilihatnya semua temannya berhamburan keluar dari lapangan. Tapi.. dimana bolanya? Apa yang terjadi dengan bolanya? Apa meleset? Atau malah sama sekali tak ia tendang??

Gadis itu segera melihat kearah bawah kakinya, memastikan kalau-kalau bola itu memang benar masih berada di bawah kakinya, namun kenyataannya nihil. Benda tersebut telah lenyap. Diikutinya pandangannya secara lurus kearah gawang dan mendapati bahwa bolanya. . .

“GWENCHANA!! GWENCHANAAAAA!!” teriak suara itu lagi, membuat Hyunjae sebal setengah mati. Apalagi kali ini bukan hanya satu orang itu saja yang mengucapkannya melainkan segerombolan murid pria SMA Romeo yang duduk berdampingan dengannya yang ikut meneriakinya seperti itu.

“Aihhhh… LEE DONGHAE!!! Tak tahukah ia kalau dengan memanggil-manggil dan menyerukan berbagai yell-yell seperti ini bukan membuatnya merasa semangat melainkan jadi malu setengah mati lantaran pastinya semua orang pasti tahu bahwa gadis yang baru saja menendang bola hanya berjarak 1 meter dari tempatnya semula itu adalah dirinya???????????? BENAR-BENAR MEMALUKAN!!” jeritnya dalam hati. Muka gadis itu kini sudah merah padam lataran malu! bayangkan saja pasti setelah ini ia namanya akan menjadi bahan olokkan di kalangan siswa Romeo! Oh tuhan bagaimana mungkin ia bisa mencari kekasih dari Romeo kalau begini caranya???

“Sudah, sudah lupakan saja! Ayo kini kita istirahat sebentar disana sebelum berganti pakaian? Kajja! Kajja!” ajak Lizzy, teman sekelas Hyunjae. Hyunjae mengangguk mengiyakan dan kini keduanya duduk disalah satu bangku yang ada di deretan bangku penonton yang berada di tribun penonton stadium terbuka milik Remeo-Julliet sambil menegak minuman isotonik yang memang sangaja dibagikan pada mereka sebelum masuk arena stadium.

“Hey, sepertinya Donghae sunbaenim menyukaimu,” kata Lizzy sebelum meneguk isi botol milikknya sambil mengendikkan mata nakalnya kearah lapangan bola yang kini sudah dikuasai murid-murid kelas 3 SMA Romeo yang kebetulan memang juga memiliki jadwal tambahan untuk pelajaran olahraga seperti mereka, membuat Hyunjae yang sedang meminum minumannya tersedak hingga terbatuk-batuk dibuatnya. Ditatapnya gadis berambut panjang berwarna merah kecoklatan itu dengan pandangan bengis. Apa maksudnya coba!? Lee Donghae menyukainya? Itu GILA!

“Jangan GILA! Kau sendiri tahukan dia itu temanku sejak sekolah dasar, dan kami dekat hanya karena kami berasal dari lingkungan dan kota yang sama, jadi jangan salah paham!” protesnya. Baginya itu jelas TIDAK MUNGKIN! Mereka saling mengenal lama dan Donghae sendiri juga tak pernah menunjukkan pertanda bahwa ia menyukainya jadi tak mungkin! Apalagi pria itu juga sama sekali jauh dari kata ‘pengertian’ dan ‘perhatian’ yang ia punya hanya sifat ‘kekanakan’ dan ‘egois’ sangat jauh dari standar pria pujaannya yang harus ‘pengertian’, ‘baik, dan ‘perhatian’.

“Perasaan dirinya suka atau tidak padamu kan semua hanya ia, temannya dan tuhan yang tahu. Jadi mana bisa kau menyimpulkan bahwa pria itu tidak menaruh perasaan padamu?” ucapnya diplomatis, “Dan lagi, jika ada orang yang menyukaimu bukankah itu bagus? Hitung-hitung kau tak akan dilangkahi oleh adikmu sendiri yang akan duluan memperkenalkan kekasihnya pada orang tuamu dirumah,” kekehnya membuat Hyunjae memicingkan kedua matanya dengan kedua tangan diarahkan pada gadis itu seolah siap menerkam.

Lizzy, teman sekelasnya ini memang sering kali berkata yang tidak-tidak, dan yang menyebalkan mimik wajahnya itu selalu bisa meyakinkan orang yang menjadi lawan bicaranya, membuat siapapun sulit membedakan mana yang benar dan mana yang hanya sekedar lelucon. Jelas saja ini membuat Hyunjae tak bisa sembarangan termakan ucapan temannya itu.

“Ehh.. Aku serius kali ini! Aku tidak bergurau!” serunya seolah dapat membaca isi kepala temannya yang sejak awal meragukan ucapannya tersebut. “Coba saja kau pikir, untuk apa Donghae sunbaenim berteriak-teriak menyemangatimu dari bangku penonton sementara ia sendiri berada disekeliling teman-temannya yang lain. Dan yang lebih penting lagi, coba kau bayangkan ada berapa hati dilapangan sana yang tersakiti akibat ulahnya tadi??”

“Maksudnya?”

“Begini.. Coba kau pikirkan saja, untuk apa Donghae sunbaenim err.. istilahnya ‘mempermalukan’ dirinya sendiri di depan teman-temannya yang lain menjadi bulan-bulanan temannya karena heboh memberikan semangat padamu tadi? Dan kalau aku jadi dia, jika nyatanya aku tak punya perasaan apa-apa padamu aku pasti tak akan melakukan hal yang sama dengan apa yang ia lakukan karena pastinya orang-orang akan salah paham dan lagi di sekitar kita kan banyak sekali gadis-gadis cantik, yang normalnya seorang pria pasti akan menebarkan pesonanya pada mereka,” jelasnya panjang lebar dengan gaya bicara bak seorang psikolog.

Hyunjae diam. Tanpa ia sadari pelan-pelan ucapan Lizzy barusan mulai masuk kedalam otaknya, dan disadari atau tidak kini pandangan matanya mengarah kesatu titik. Sosok pria berseragam olah raga yang sedang asik menggiring bola ditengah lapangan. Seorang pria berwajah tampan yang tampak gembira bermain dengan mainan kesukaannya. Dia Lee Donghae.

‘Apa iya?’

Sementara itu diseberang lapangan, Donghae yang di dapuk sebagai striker –posisi yang sama dengan yang dipegang Hyunjae sebelumnya- tampak bersemangat sekali memainkan benda bundar tersebut di atas rumput di lapangan hijau milik yayasan sekolahnya itu. Ia memang sudah lama sekali tak bermain bola karena waktunya banyak tersita untuk bergelut didepan tv untuk bermain ‘winning eleven’ bersama di apartement Eunhyuk, dan seingatnya terakhir kali ia bermain bola adalah bersama dengan Siwon sekitar liburan musim panas tahun lalu dan itupun ia lakukan di Incheon, di lapangan dekat perumahan tempat tinggalnya.

“Hyung, apa kau kenal dengan gadis itu?” Jonghun, teman sekelas Donghae yang kini menjadi lawan mainnya di lapangan hijau mengedikkan dagunya kearah tribun penonton dimana terdapat dua orang gadis berseragam olah raga tengah menatap kearah mereka. Donghae mengikuti arahan teman sekelasnya itu kemudian tersenyum lalu melambai sekilas kerah keduanya, membuat salah satu dari gadis yang ada disana melongo dibuatnya dan langsung menarik gadis satunya untuk pergi entah kemana.

Menyadari posisi Donghae saat ini tengah lengah, dengan segera namja itu merebut bola yang sejak tadi dibawah penguasaan Donghae menjadi dibawah penguasaannya. Donghae yang langsung tersadar pun buru-buru merebutnya kembali hingga membuat persaingan sengit diantara keduanya.

“Eyhh kau ini, pintar sekali membuatku lengah,” gerutu Donghae sementara Jonghun hanya terkekeh pelan.

“Lalu bagaimana? Pertanyaanku tadi belum kau jawab. Apa kau mengenalnya? Atau malah dia pacarmu?”

“Ha? Oh, dia hanya temanku saja, tak tahukah kau kalau dia itu lucu sekali? Aku sendiri suka gemas sendiri jika melihatnya maka aku senang menggodanya, haha,” jawabnya. Jonghun hanya mengangguk paham. Kemudian keduanya kembali beradu kecepatan dan kecermatan untuk memperebutkan si kulit bundar. Dan kali ini lebih bersemagat lagi. Keduanya terlihat sama sekali tak ada yang mau saling mengalah, bahkan rekan-rekannya yang ikut bermain disanapun menjadi bingung sendiri dibuatnya karena sudah cukup lama mereka menunggu operan bola dari siapapun diantara keduanya tapi sampai sekarang bola tersebut tak kunjung keluar dari lingkaran kedua siswa kelas 3-3 SMA Romeo tersebut. Kangin, sang guru olahraga yang menangani merekapun bahkan sampai berkata bahwa kedua orang itu bagaikan sedang memperebutkan seorang gadis! Benar-benar tak ada yang mau mengalah!

~mrs.choilee~

@Mading Julliet room

Bel pertanda pulang sekolah sudah berkumandang sejak setengah jam yang lalu namun Seo Hyejin sang ketua klub mading bahkan masih berkutat dilantai samping meja kerja mereka. Ia sibuk menata potongan-potongan artikel yang telah dilapisi kertas karton warna-warni sebelumnya keatas karton lain yang lebih besar ukurannya. Sejak tadi ia sibuk mengatur tata letak tulisannya agar terlihat menarik untuk disimak, namun nyatanya ia selalu tampak tak puas dengan pengaturannya sendiri. Sebenarnya bagian ini adalah tugas Hyunjae, tapi bocah itu bahkan sampai waktu pulang sekolah begini masih belum tampak juga batang hidungnya.

“Jadi kapan kita pulang saudaraku??” tanya Ahra yang tiba-tiba saja muncul dengan menyembulkan kepalanya dari balik pintu kaca ruang mading yang berhubungan langsung dengan ruang perpustakaan. Hyejin menoleh kemudian tersenyum tipis saat melihat temannya yang paling cerewet itu sudah muncul untuk mengajaknya pulang bersama. Sebelumnya mereka berdua memang sudah berjanji bahwa malam ini ia akan menemaninya menginap diapartmen miliknya dan kemudian sekedar berjalan-jalan di sabtu malam untuk cuci mata. Tapi nyatanya?? Ia bahkan belum selesai mengatur tata letak sementara Luna dan yang lainnya sudah ia suruh untuk pulang dan jangan menunggunya.

“Aigoo.. Kau lihat sendirilah ini semua belum selesai,” Ahra melirik areal lantai kayu tempat Hyejin duduk saat ini, semua barang dari pulpen, spidol warna-warni, glitter sampai kardus bertebaran dimana-mana tak karuan. Ia berdecak kemudian masuk kedalamnya dan meletakkan tas ransel miliknya sembarangan ke atas meja panjang sebelum akhirnya memutuskan untuk duduk disamping Hyejin yang kini duduk menyandar didepan rak buku yang ada di samping meja kerja. “Bagiamana dengan Hyunjae, apa dia sudah selesai?”

“Oh, kulihat tadi sepertinya ia baru kembali dari stadium dan baru saja masuk ke dalam kelasnya, mungkin sebentar lagi ia akan menyusul kemari.” Hyejin mengangguk-angguk paham dan tak lama setelah itu benar saja, Hyunjae masuk kedalam ruangan itu dengan napas terengah-engah. Sepertinya ia habis berlari dari kelasnya karena napasnya tersengal tak beraturan dan lagi dari raut wajahnya kentara sekali bahwa saat ini ia benar-benar lelah.

“Aigoo, mianhae.. mianhae tadi habis dari lapangan aku kembali ke asrama dulu untuk mengambil barang-barangku untuk nanti.. sini aku kerjakan!”

Tanpa basa-basi ia langsung merebut karton beserta artikel yang sejak tadi menjadi objek kebingungan Hyejin dari tangan gadis itu, dan seperti yang sudah diduga tanpa banyak bicara lagi dalam waktu sekejap semuanya selesai. Untuk urusan seperti ini memang bisa dibilang ia ahlinya. Dan begitu semuanya selesai Hyejin langsung membawanya ketempat mading dipajang untuk mengganti bahan yang lama dengan yang baru, sementara Hyunjae membereskan semua hal yang berantakan disana dengan Ahra yang turut membantunya.

Setelah semuanya usai, ketiga gadis itupun lantas keluar meninggalkan gedung sekolah dan berniat untuk pulang setelah mengunci rapat markas besar mereka.

Hari ini memang terasa sangat menyenangkan jika mengingat kalau nanti malam ketiganya pada akhirnya akan menginap bersama di apartment Hyejin yang selama ini dianggap ‘keramat’ karena tak ada satupun diantara mereka berdua yang diperbolehkan bertandang kesana apalagi menginap! Jadi hal ini benar-benar ditanggapi keduanya dengan antusias –dengan mengesampingkan segala hal mengesalkan yang sebelumnya mereka alami tentunya.

“Dengar ya, pokoknya aku tak akan pernah mau lagi masuk ke dalam SMA Romeo itu!” tegas Ahra saat ketiganya berada di dalam taksi yang mengantarkan mereka menuju I-Park, gedung apartment tempat Hyejin tinggal, saat Hyejin mengungkit cerita tentang dirinya yang terpaksa ke SMA Romeo seorang diri beberapa waktu yang lalu untuk mewawancarai sang kepala sekolah tampan yang tersohor diseluruh kalangan dalam bidang pendidikan itu.

Hyunjae dan Hyejin hanya tertawa menanggapinya, meski dalam hatinya Hyunjae mengamini ucapan temannya itu. Perlu diingat, ia juga ketiban sial lantaran tak sengaja ‘nyaris’ bertemu dengan mantan teman kecil yang juga cinta pertamanya itu sehingga membuatnya terpaksa bersembunyi dan tertangkap basah oleh salah satu murid disana.

“Tapi.. menurut penuturan Park sonsaengnim, ia mengatakan bahwa klub kita benar-benar sedang krisis anggota dan diharapkan dapat merekrut anggota dari Romeo, dan kalau begini mau tak mau kita pasti akan kesana lagi untuk mencari orang yang sekiranya berminat dengan kegiatan ini,” jelas sang ketua membuat Ahra mendesis sengit sementara Hyunjae menggembungkan bibirnya pertanda sebal.

“Ya… Ya.. itu semua terserah, itu urusan kalian~ karena yang jelas aku bukan anggota mading jadi aku tak mau ikutan~” balas Ahra bahagia, membuat keduanya melayangkan tatapan sebal padanya.

~mrs.choilee~

@samseong-dong I-Park Apartment, Hyejin’s Apartment

“Whoaa.. jadi disini tempat tinggalmu selama ini??” Ahra berdecak kagum begitu taksi yang mereka tumpangi berhenti tepat di depan halte di depan sebuah bangunan apartemen 33 lantai di daerah Gangnam. Hyejin tersenyum kecil, sementara Hyunjae tak berkata apa-apa, kedua matanya sibuk memperhatikan bangunan tersebut dan sekitarnya dengan seksama.

“Kajja, kita masuk. Apartemenku ada dilantai 14.”

Decak kagum Ahra rupanya tak berhenti sampai disana, setelah ketiganya memasuki gedung, melewati lobby dan masuk ke dalam lift yang membawa mereka ke lantai 14 sampai akhirnya kini mereka berada di dalam sebuah ruang apartmen berukuran 269 meter2  tersebut, decakan kekaguman itu rupanya masih berlanjut.

Apartmen yang menjadi tempat kediaman seorang gadis kelas 2 SMA bernama Seo Hyejin ini berada di Samseong-dong I-Park Apartment yang digadang-gadang merupakan salah satu dari beberapa bangunan apartmen dengan nilai jual termahal di Korea Selatan, dan lagi gadis itu seorang diri menempati apartmen sebesar ini.. dan perlu diketahui, untuk hitungan seorang gadis lajang yang masih sekolah jelas apartemen ini terbilanga ‘SANGAT MEWAH’ dan ‘SANGAT TERAWAT’!! bisa dibayangkan berapa uang yang harus dikeluarkan olehnya untuk membayar biaya sewa dan perawatan tempat ini setiap bulannya?

“Semua ini merupakan harta peninggalan almarhum ayahku, jadi yang kupikirkan hanya biaya perawatannya saja karena tempat ini sudah menjadi hak milik kami, bukan sewaan, dan itu pun semua biaya ibuku yang menanggungnya, bukan aku,” jelasnya saat Ahra dengan polosnya menanyakan total biaya yang harus ia keluarkan untuk tinggal di tempat seperti ini. Ahra mengangguk-angguk paham, kedua matanya masih sibuk memandangi setiap inchi ruangan tersebut. Saat ini mereka bertiga tengah duduk di ruang tamu yang berfungsi ganda sebagai ruang tv dan ruang keluarga.

“Err.. toiletnya dimana?” Hyunjae tiba-tiba bangkit dari duduknya, membuat Hyejin segera memalingkan pandangan padanya. Ahra? Dia kini juga sudah tak lagi dalam posisi duduknya, melainkan sudah berjongkok di depan rak tv yang memajang banyak sekali bingkai foto diatasnya.

“Itu, disana, kau lurus saja, disamping dapur ada pintu, itu tempatnya,” gadis itu mengamati arah yang baru saja ditunjukkan Hyejin sebentar kemudian mengangguk paham dan berlalu menuju tempat yang dimaksud.

“Hey, kenapa foto-fotonya kebanyakan foto kakakmu?”  Ahra melirik temannya itu sekilas lalu kembali memperhatikan bingkai-bingkai foto berbagai ukuran yang terpajang disana. Ia penasaran, karena setahunya ibu Hyejin itu mantan artis, dan yang tinggal ditempat ini selama ini juga Hyejin tapi kenapa foto yang dipajang hampir semuanya berisikan foto seorang wanita dewasa yang menurutnya sudah pasti adalah kakak Hyejin, bukan Hyejin apalagi ibunya.

“Jiyoung eonni maksdunya? Ah.. dia memang orang yang sangat mencintai dirinya sendiri, jadi jangan heran jika sepanjang kau berada dirumah ini kau akan selalu bertemu dengan wajahnya. Hahaha..” jelasnya sedikit terkekeh mengingat sifat kakaknya yang satu itu. Dia memang narsis berat! Jangankan figura, kakaknya itu, Seo Jiyoung, bahkan membuat khusus semua mug yang ada di apartmen itu dengan print-an wajahnya, alasannya tak lain tak bukan adalah agar Hyejin terus mengingatnya dan tak terlalu merindukannya selama ia bekerja dan tinggal di Jepang. Sungguh narsis bukan!?

“OMO!” teriak Ahra tiba-tiba membuat Hyejin, bahkan Hyunjae yang baru saja keluar dari toilet segera berlari mendatanginya.

“Ya! Wae gurae???” panik Hyunjae yang tahu-tahu sudah berdiri dibelakang sofa tempat Hyejin duduk saat ini, memandangi Ahra yang tiba-tiba saja bengkit dari posisinya semula, memandangi keduanya dan pigura foto yang berada dalam genggamannya bergantian, membiarkan Hyejin dan Hyunjae saling  melemparkan tatapan aneh dan herannya satu sama lain.

“Wae?? Wae??” kali ini Hyejin yang bertanya, namun tetap tak berubah dari posisinya.

Ahra memandangnya nanar.

“I-ini… pria di foto ini..”

“Wae? Ada apa dengan fotonya?” Hyunjae maju, mendekati Ahra yang memasang wajah shock bagaikan baru saja melihat hantu, dan meraih paksa pigura kayu berukuran 4R yang berada di dalam genggamannya.

“Memang kenapa dengan fotonya?” tanyanya tak mengerti. Tak ada yang aneh dengan foto di figura itu. Tak mungkin kan gadis tomboy itu barusan tiba-tiba saja melihat ada penampakan yang tertangkap di dalam foto itu???

“Itu.. Siapa pria muda yang berdiri disampingmu??? Yang pakai kemeja hitam seperti orang sedang berkabung itu???”

Hyejin mengerutkan dahinya, tak mengerti. Sementara Hyunjae langsung buru-buru memperhatikan kembali foto yang ternyata berisikan foto keluarga baru Hyejin yang sepertinya diambil beberapa tahun lalu itu, karena ia tahu pasti bahwa ayah Hyejin sudah meninggal sejak ia di bangku sekolah dasar sementara di foto itu sosok Hyejin tak jauh berbeda penampilannya dengan yang sekarang.

“Siapa maksudnya?” tanya Hyejin penasaran kemudian merebut pigura kayu tersebut dari tangan Hyunjae.

“Hongki-Oppa,” jawab Hyunjae.

“Mwo?? Nugu?” ulang Ahra. Telinganya terasa berdengung kencang saat nama itu disebut hingga membuatnya tak mampu untuk mendengarkan namanya secara jelas.

“Lee Hongki,” ulang Hyejin, “dia anak dari suami ibuku. Dia kakak tiriku,” tegasnya.

Kedua mata besar Ahra kontan membelalak lebar, membuatnya seolah akan terlepas dari tempatnya. Ia terlalu SHOCK mendengarnya. SANGAT SHOCK!

“Hey.. Hey.. Wae gurae? Kenapa kau?? Tidak tersambet sesuatu kan?? Kau tidak kesurupan kan????” Hyunjae mengguncang-guncangkan tubuhnya panik. Ia takut terjadi sesuatu pada temannya itu, karena terakhir kali ia melihat Ahra seperti itu ujung-ujungnya gadis itu malah mengamuk parah di dalam ruang mading lantaran ia tahu mr. Lee, guru bahasa Korea yang ditaksirnya sudah menikah dan mempunyai dua orang anak.

“ARRRRRRRGGGGHHH!! KENAPA ORANG MENYEBALKAN YANG MEMBUAT DIRIKU SEPERTI ORANG BODOH ITU ADALAH KAKAK DARI TEMANKU SENDIRI!!??? ARGGGGGHHH!!” teriaknya frustasi.

~mrs.choilee~

Begitu puas merutuki dirinya sendiri di dalam kamar mandi dan berkeluh kesah dan memaki-maki foto pria yang berada satu frame dengan sahabatnya itu, akhirnya emosi Ahra mereda. Dan kini mereka bertiga sudah duduk melingkar di atas karpet yang ada di samping tempat tidur kamar Hyejin, duduk mengelilingi sebuah botol kaca dalam keadaan cahaya yang sengaja dibiarkan temaram. Ketiganya kini bersiap memulai permainan. Truth or dare.

Ahra yang memulainya duluan. Dipegangnya botol kaca berwarna hijau itu kemudian diputarnya hingga botol tersebut berputar beberapa kali pada porosnya hingga ujungnya berhenti, menunjuk kepada salah satu diantara mereka.

Ahra yang menjadi korban pertama.

“Sial!” desisnya sebal. Padahal ia sendiri yang tadi ngotot untuk melakukan permainan ini guna menikmati malam minggu pertama mereka, dan dengan modus sampingan kalau ia ingin mencari tahu sesuatu pada salah satu dari sahabatnya itu yang selama ini selalu memaksa otaknya untuk bekerja lebih tentang hal itu.

“Truth or dare??” tantang Hyejin langsung. Sepertinya ia semangat sekali mengatakan hal ini pada temannya yang tadi dengan hebohnya memaki-maki kakak tirinya –dengan dirinya sebagai objek pengganti- membuatnya sangat senang melakukan hal ini.

Ahra manyun. Dalam hati ia sudah berpikir macam-macam. Hyejin pasti akan balas dendam padanya karena ia sudah memaki-maki gadis itu tadi.

“TRUTH!” jawabnya tegas. Ia tak mau ambil resiko jika ia mengambil dare nanti Hyejin malah membuatkan minuman racikan yang aneh-aneh atau malah menyuruhnya untuk melompat dari beranda lantai 14 ke lantai 1. Ia jelas TAK AKAN SUDI melakukannya!

TBC

Hello guys!! So sorry for LATE “again” *bow*

Dengan alasan yang sama dan mungkin ga akan berubah sampai beberapa waktu kedepan sepertinya. Tugas numpuk-presentasi-kuis-uts-uas bginilah derita mahasiswa #hiks

Tapi kali ini alasan ditambah. Ini semua gara” mas ikan dari Mokpo, lantaran kehipnotis ama ‘Flying kiss’-nya dia waktu ss4ina bikin klepek-klepek sampe semingguan dan ga konsen ngapa-ngapain jadi waktu ada saat luangpun malah asik sendiri dengan hal lainnya kkk

Tapi.. thaks  A LOT buat semua yang sudah dengan sangat sabar nunggu kelanjutan FF ini huhu

JEONGMAL KAMSHAHAMNIDA YEOROBEUNDEUL!! CHU~

Buat yang bingung atau lupa soal kenapa Jonghun manggil Donghae dengan sebutan ‘hyung’ sangat dianjurkan sekali untuk baca profile cast’ya lagi ~ XD

12 respons untuk ‘HIGH SCHOOL PARADISE -Eps 4

  1. hwaa. . . . Eon apa itu ? Knp tbc nya ada disana ?
    Eon aku dah tunggu ff ini seabad. Ehh. . . . Pas lagi maeng di sini, part 3 sma 4nya dah keluar. Jadi ngebut deh bacanya.
    Eon part selanjutnya jgn lama2. Awas klw lama aku jitak nanti *kabur . . . . .

  2. part 5 nya jgn lama2 yah
    Mrs.choile.. I’m your fans !!*plak
    Pokoknya aq suka banget sama semua cerita yg kakak tulis. Tiap ada waktu, pasti buka blog kakak buat baca baca..
    Ditunggu yah..

  3. waduh sekian lama menunggu, baru buka ini wp eh udah ada part3 n4
    CHINGU LANJUTTTT, jangan lama2 TT
    Mo tau kelnjutan hyunjae ma donghae kekekeke :p

  4. wow wow wow…. udah lama g mampir kesini tau2 udah banyaaak episode HSP trus ada crita baru lgi…. aduuuhhh gmana ini bacanya???
    >.<
    yoss!!! read one by one. go!!!

Tinggalkan Balasan ke aimeeLee Batalkan balasan